Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat, Ekonom Soroti Pentingnya Penyusunan Ulang Strategi Fiskal
JAKARTA,quickq io下载苹果版 DISWAY.ID --Memanasnya perang dagang antar negara-negara dan rentannya perekonomian global, sejumlah Ekonom dan Pengamat menilai bahwa tahun 2025 ini merupakan tahun yang rawan bagi stabilitas fiskal.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat.
Menurutnya, ekonomi global saat ini menghadapi tekanan akibat perang dagang, inflasi tinggi, dan konflik geopolitik yang belum mereda.
BACA JUGA:Bank Dunia Sebut 60 Persen Penduduk Indonesia Kategori Miskin, BPS: Itu Hanya Refrensi!
BACA JUGA:Mendikdasmen: Prabowo akan Umumkan Bantuan untuk Guru Honorer saat Hardiknas 2 Mei 2025
“Bank Dunia bahkan memperkirakan harga komoditas global turun hingga 12 persen, mengancam porsi besar dari PNBP Indonesia yang masih bertumpu pada ekspor komoditas mentah,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Rabu 30 April 2025.
Di sisi lain, Achmad juga menambahkan bahwa realisasi pendapatan negara awal 2025 menunjukkan sinyal waspada.
Hal ini ditunjukkan dari pendapatan negara baru mencapai Rp 316,9 triliun atau hanya 10,5 persen hingga Februari 2025 dari target tahunan.
Tidak hanya itu, penyesuaian kebijakan seperti lebih-bayar PPh 21 yang baru diklaim dan anjloknya harga batu bara, minyak, dan nikel juga turut memperdalam tekanan terhadap realisasi target Rp 3.005,1 triliun tahun ini.
“Ketika pertumbuhan melambat, maka basis pajak secara otomatis menyusut. Dalam kondisi ini, penyesuaian asumsi makro APBN 2025 yang terlalu optimistis (5,2 persen pertumbuhan) perlu ditinjau ulang secara realistis untuk menghindari jebakan shortfall fiskal yang berkepanjangan,” tutur Achmad.
Menurut Achmad, tantangan global tahun 2025 adalah ujian sejati kapasitas fiskal Indonesia.
BACA JUGA:Jelang Deep Learning Diterapkan di Sekolah, 30 Guru Bakal Dilatih di Australia
BACA JUGA:Menhan Sebut Ada 29 Rumah Sakit TNI Belum Terakreditasi
“Dengan tekanan harga komoditas, pertumbuhan yang melambat, serta basis pajak yang belum optimal, pemerintah harus mampu menavigasi kebijakan fiskal dengan cermat,” ujar Achmad.
- 1
- 2
- »
下一篇:Kata Anies: Reklamasi Bukan Pulau, Tapi...Kaget Dengernya
相关文章:
- Temukan Kejanggalan, Polisi Bakal Periksa Rekening Ratna Sarumpaet
- Alasan Kenapa Lubang Kecil di Jendela Pesawat Penting buat Keselamatan
- PDIP Buka Suara Soal Pernyataan Denny Indrayana, 'Jangan
- Global Prestasi School, Rayakan Imlek dengan Tema Caring
- Masinis Kereta Tabrakan di Bandung di Bandung Diduga Terjepit
- Hakim Kabulkan Permohonan Sidang Offline, Lukas Enembe Bakal Hadir ke PN Jakpus
- 安特卫普皇家艺术学院珠宝设计申请解析
- Kapolri Bentuk Satgas TPPO, Memetakan dan Menindak Jaringan di Indonesia
- Soal Bambu Rp550 Juta, Anies Bilang: Ributnya Cuma di Sosmed
- PDIP Buka Suara Soal Pernyataan Denny Indrayana, 'Jangan
相关推荐:
- 10 Alasan Sudah Rajin Olahraga Tapi Berat Badan Malah Naik
- 插画留学作品集如何准备?
- 大阪艺术大学怎么样?
- RI Minta Dukungan Jepang pada Proses Aksesi CPTPP
- Transaksi Dagangan RI–Tiongkok Tembus Rp2.112 T, Prabowo: Mitra Terbesar Kita!
- Hanya Ditunda, Syaiful Mujab Tegaskan Tidak Ada Jemaah Haji yang Keberangkatan Dibatalkan
- Siap Tambah Produksi, Emiten Kemasan Salim Group (IPOL) Komisioning Mesin Hybrid BOPP/BOPE
- Jelajahi Lanskap Trading Finansial di Indonesia Bersama FundedBull
- FOTO: Warisan Budaya Myanmar Terancam Punah Akibat Gempa
- 室内设计专业留学,这三大院校值得申请!
- Sempat Dilakukan Luna Maya di 2021, Apa itu Egg Freezing?
- Gandeng RANS Simba Basketball, KIN Dairy Kenalkan Peternakan Sapi A2 Terbesar di Asia Tenggara
- Jangan Cuma Hilirisasi! Prabowo Gelar Karpet Merah Buat Perusahan China Masuk ke Semua Sektor
- Anies Tiba
- Bela Anies, JK Sebut Pemprov Sudah Benar Soal Reklamasi
- Viral Pendaki Gunung Gede
- Pentingnya Investasi dalam Perencanaan Dana Pendidikan untuk Kejar Inflasi
- FOTO: Warisan Budaya Myanmar Terancam Punah Akibat Gempa
- Bertemu Puan Usai Debat Capres, Anies Buka Peluang Koalisi Paslon 1 dan 3
- Prabowo Minta Geber 18 Proyek Hilirisasi Rp733 Triliun! Bahlil: Mulai Juni