Zuckerberg Bergaya ala Musk, Meta Makin Agresif
CEO Meta, Mark Zuckerberg, kembali menjadi sorotan publik setelah serangkaian kebijakan internal perusahaan yang dipimpinnya dinilai berpihak pada kelompok konservatif di Amerika Serikat. Kebijakan itu mencakup pelonggaran aturan soal ujaran kebencian, pembubaran tim hak sipil, penghentian program keberagaman, serta penghentian pengecekan fakta yang sempat menuai kecaman dari Presiden Donald Trump saat menjabat periode 2017–2021.
Dalam sebuah podcast bersama Joe Rogan pada Januari lalu, Zuckerberg menyampaikan pandangannya yang dianggap mempertegas arah perubahan budaya perusahaan. “Jenis energi maskulin yang saya rasa bagus adalah yang seperti ini. Memiliki budaya yang sedikit lebih merayakan sifat agresif juga punya nilai tersendiri,” ujarnya, memberi gambaran tentang pendekatan maskulinitas yang ia anggap positif dalam memimpin.
Bloomberg Business melaporkan, perubahan kebijakan Meta ini tidak lepas dari dinamika hubungan rumit antara Zuckerberg dan pemerintah Amerika Serikat, khususnya selama era Presiden Joe Biden. Sebuah sumber menyebut Biden enggan bertemu langsung dengan Zuckerberg, bahkan pernah menjulukinya sebagai “bocah tengil” dalam percakapan tertutup. Pemerintah Biden juga kerap menuding Facebook menjadi pemicu maraknya disinformasi, polarisasi politik, hingga eksploitasi anak secara daring.
Baca Juga: Meta Blokir Grup Fantasi Dewasa terhadap Anak, Tegaskan Komitmen Perangi Eksploitasi Digital
Di sisi lain, meski relasi Zuckerberg dengan Trump tidak sepenuhnya harmonis—Trump pernah menyebutnya “musuh rakyat” dan mengancam akan memenjarakannya—langkah-langkah baru Meta dinilai sebagai bentuk pendekatan terhadap pemerintahan yang lebih bersahabat dengan sayap kanan.
Langkah ini juga disebut sebagai upaya Zuckerberg mengikuti jejak Elon Musk, CEO Tesla, yang kini lebih digemari publik dan elite politik Amerika. Zuckerberg mulai meniru gaya Musk: tampil lebih kasual, mengenakan rantai emas, menumbuhkan rambut, hingga aktif dalam seni bela diri campuran (MMA). Beberapa sumber internal bahkan menyebutkan bahwa Zuckerberg tengah mengalami “Elon envy” atau rasa iri terhadap pengaruh Musk yang terus meluas.
Baca Juga: Meta Genjot Transformasi Iklan Digital Lewat AI, Hemat Biaya & Dorong Kreativitas
Namun, langkah politis ini turut memunculkan kekhawatiran di kalangan internal Meta. Sejumlah karyawan dan mantan pejabat perusahaan menilai Meta kini bergerak terlalu jauh ke kanan. Upaya diplomatik pun mulai dirancang untuk membangun kembali hubungan dengan Partai Demokrat, jika partai tersebut kembali menguasai Washington.
Hingga berita ini diturunkan, Meta belum memberikan pernyataan resmi terkait arah politik perusahaan maupun strategi jangka panjangnya di tengah lanskap politik Amerika yang terus berubah.
(责任编辑:焦点)
- 秋溪艺术大学韩国排名多少?
- FOTO: Detak Jantung Tokyo di Tengah Padatnya Jalur Yamanote
- Anies Baswedan Sebut Proses Tahapan Pilpres Berjalan Tidak Adil
- Polri Siapkan 5.784 Posko Mudik Selama Operasi Ketupat 2024
- 韩国中央大学摄影系怎么样?
- Tak Selalu Buruk, Apa Saja Efek Terkena AC Setiap Malam?
- Menhub Sebut Mudik H
- INFOGRAFIS: Pertolongan Pertama pada Korban Henti Jantung
- Daftar Jajanan Indonesia dengan Lemak Trans Tinggi Menurut WHO
- Pengemasan dan Kolaborasi Penting untuk Tingkatkan Potensi Ekraf Seni Pertunjukan
- Cetak Sejarah, Puteri Indonesia Harashta Juara Miss Supranational
- Macron Saat Bertemu Prabowo: Persahabatan Indonesia dan Prancis Bukan Sekadar Kata
- Gerombolan Ferdy Sambo Dituduh Curi Laptop Asus Milik Brigadir J: 'Jahatnya!'
- Ketegangan China–Taiwan Memanas, Saling Tuduh Soal Serangan Siber
- Tegas! Firli Bahuri Jadi Tersangka, Begini Tanggapan Jokowi
- Nilai China Lakukan Kesalahan Besar, Trump Bakal Turun Langsung dalam Negosiasi Tarif AS
- Gegara Trump, Ekonomi Amerika Serikat Diprediksi Hanya Tumbuh 1,5% di 2025
- Firli Bahuri Dianggap Plin
- Overtourism Bali Disorot, Menparekraf Sandiaga Buka Suara
- Emiten Milik Crazy Rich Hermanto Tanoko Gelontorkan Capex Rp500 M untuk Bangun Pabrik